Sabtu, 18 April 2009
Latihan bersama
Setiap Kamis dan Sabtu, selewat tengah hari, para penggemar burung berdatangan ke Pasar Peksi Banyuputih, Jl Imam Bonjol, Sidorejo, Kota Salatiga, sambil membawa burung-burung kesayangan mereka. Panitia pun segera menyambut mereka dengan formulir pendaftaran.
Secara rutin, setiap Kamis dan Sabtu digelar latihan bersama di gantangan tengah pasar. Pesertanya menurut Gondrong yang mengoordinasikan acara, biasanya dari berbagai sudut Kota Salatiga serta wilayah sekitar. Namun pada Sabtu tertentu, digelar lomba prestasi burung yang diikuti peserta dari wilayah yang lebih luas.
Adanya pertemuan rutin semacam itu diyakini pecinta burung berkicau bakal menambah pengalaman dan wawasan bagi para anggota untuk dapat berinteraksi secara langsung. Sedangkan bagi burung kesayangan mereka, ajang semacam itu bakal melatih mental sehingga burung lebih percaya diri untuk tampil unjuk kebolehan.
Kicau Mania, menyarankan para penggemar burung berkicau untuk tidak memaksakan aves kesayangan mereka yang belum siap secara fisik dan mental untuk mengikuti kontes. Kondisi burung yang tidak siap, tetapi tetap dikonteskan akan memberikan dampak buruk yang akan berlangsung dalam jangka waktu lama.
Fisik dan mental burung perlu dilatih dalam berbagai lingkunagn dan disiapakn untuk berani menghadapi burung sejenis di arena. Memindahkan lokasi sangkar diyakini mampu membuat burung lebih berani menghadapi bebagai mecam lingkungan. Semakin sering sangkar dipindahkan, sesering itu burung menjalani latihan mental.
Mula-mula, pelatihan semacam itu tidak perlu dilakukan di luar rumah, cukup di dalam ruangan . Namun apabila burung sudah cukup trengginas di tempat yang berbeda dalam ruangan, maka dia mulai dapat dibawa ke tempat yang lebih ramai, bisa di depan ruamh, di toko, atau bahkan ke pasar burung.
Tahap pelatihan mental selanjutnya bisa lebih diarahkan pada kondisi fisik, misalnya dipertemukan dengan burung sejenis dalam latihan bersama. Hal ini dimaksudkan agar burung berani berkicau jika dibawa ke kontes.
Itu mungkin pasalnya, latihan bersama di Pasar Peksi Banyuputih senantiasa ramai peminat. Mungkin, Kota Salatiga yang sejuk bukan hanya dianggap sebagai tempat yang nyaman untuk aves kesayangan tetapi juga para pemiliknya. [B]
Sabtu, 21 Maret 2009
Iwak manuk nan gurih
Iwak Manuk Rawapening, demikian nama warung makan yang menempati kios No 2 Pasar Peksi Banyuputih. Menu di tempat makan itu memanfaatkan resource Rawapening, baik burung, ikan maupun tumbuhan.
Iwak manuk adalah menu favorit pelanggan setia warung itu. Tekstur daging manuk rawa yang mirip ayam kampung namun dengan cita rasa yang lebih gurih, rupanya membuat para pelanggan setia Iwak Manuk Rawapening ketagihan menyantapnya.
Secara tradisional, warga di seputaran Rawapening mengkonsumsi burung-burung yang dianggap hama saat menjelang musim panen padi itu. Mereka merentang jala besar pada tonggak-tonggak bambu. Burung-burung yang terbang dan terperangkap pada jala para “Jaka Tarub Rawapening” itulah yang selanjutnya dipasok sebagai bahan baku masakan Iwak Manuk Rawapening di Pasar Peksi Banyuputih tersebut.
Selain iwak manuk goreng dan bakar, ada juga wader goreng, pepes mujair, dan mujair asam manis dalam komposisi yang menjanjikan selera itu. Meski menu andalan itu cukup menarik perhatian pecinta wisata kuliner, pengelola Iwak Manuk Rawapening tetap menyiapkan daging dan telur ayam di warungnya.
“Dalam satu rombongan konsumen, terkadang ada juga yang tak suka daging burung atau ikan rawa, kami tak ingin mengecewakan mereka,” kilah Agus Mabruri, sang pengelola warung. Diakuinya, jumlah konsumen semacam itu tak banyak jumlahnya. Lebih banyak orang dari berbagai tempat yang khusus datang ke Pasar Peksi Banyuputih demi menikmati daging manuk rawa.
Pecinta wisata kuliner yang datang dari Semarang, Kendal, Magelang, Solo, Boyolali, Demak, Kudus, dan Purwodadi demi memuaskan hasrat menyantap iwak manuk itu, bahkan tegas menolak menu lain apabila kebetulan persediaan manuk rawa habis. “Mereka yang pernah kecewa karena kami kehabisan stock, lalu meminta nomor telepon kami. Jadi, untuk selanjutnya, apabila mereka hendak ke Salatiga, mereka menelepon dulu untuk memastikan persediaan kami, sekaligus menyampaikan pesanan,” paparnya.
Agus semula sempat menolak membagikan nomor telepon selulernya, 081326260850, kepada para pelanggannya. “Tidak fair,” katanya beralasan, “Lebih adil jika setiap pelanggan punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan jatah iwak manuk kami.” Nyatanya para pecinta iwak manuk asal luar kota senantiasa menelpon Agus terlebih dulu sebelum bertandang ke Kota Salatiga.
Iwak Manuk Rawapening di Pasar Peksi Banyuputih buka sesuai jadwal operasional pasar burung itu. Mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. “Tapi setiap hari Jumat kami libur,” pungkas Agus. [B]
Pelaminan bagi ayam hutan
Pemilik lamanya merancang sangkar ini untuk pelaminan ayam hutan. Karena itu, sangkar dirancang dua bilik. Satu lebih lebar dari lainnya, dipisahkan sekat yang dengan mudah digeser dari luar kandang untuk menyatukan kedua bilik. Masing-masing bilik dilengkapi pintu tersendiri.
Sangkar yang tepat untuk pelaminan unggas, termasuk untuk menyilangkan spesiesnya. Bilik 90 x 40 sentimeter dengan tinggi 60 sentimeter belum termasuk kaki-kakinya itu ditaksir tepat untuk pasangan unggas sebesar ayam hutan.
Pedagang di Pasar Peksi Banyuputih, Kota Salatiga menawarkannya ”kandang kawin” second hand itu Rp 400.000. Tawaran yang tentu menarik hati penggemar unggas yang berpikir untuk merintis penangkarannya. [B]
Jumat, 20 Maret 2009
Berburu sangkar second hand
Sangkar-sangkar burung itu bisa dibeli langsung dari toko-toko di pasar burung, atau bisa pula dipesan dari pengrajinnya. Jika membeli di toko, konsumen tentu hanya bisa memilih sangkar yang tersedia. Kalau ingin sangkar yang sesuai kebutuhan dan selera, maka konsumen harus rela menunggu sedikit lama. Bisa dengan memesan dari pedagang, atau mendatangi langsung pengrajinnya. Tentu saja, dengan risiko harus merogoh kocek sedikit lebih dalam.
Namun mengandalkan keberuntungan, berburu sangkar second hand, sejatinya tak kalah mengasyikkan. Misalnya di Pasar Peksi Banyuputih Kota Salatiga, terpajang sangkar indah bikinan Udin Delanggu yang berhiaskan ornamen kepala suku Indian. Warna-warninya mencorong karena finishing-nya memanfaatkan teknik airbrush. Sangkar ukuran 50 cm x 50 cm dengan tinggi 75 cm itu ditawarkan dengan harga Rp 600.000, kurang dari separuh harga barunya yang tentunya lebih dari Rp 1,5 juta. [B]
Rabu, 18 Maret 2009
Inilah Pasar Peksi Banyuputih...
Pasar Peksi Banyuputih diresmikan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, Selasa Pon, 20 Januari 2009. Pasar Banyuputih merupakan pasar tradisional di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga yang direnovasi dengan Rp 750 juta dana hibah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Dana hibah Kementerian Koperasi dan UKM tersebut merupakan dana bergulir pemberdayaan pedagang pasar yang harus dikembalikan dalam kurun waktu delapan tahun. Setelah dikembalikan, dana itu bisa digunakan untuk pemberdayaan pedagang pasar lain di wilayah Kota Salatiga.
Renovasi Pasar Banyuputih berlangsung sekitar lima bulan sejak akhir Februari 2008, dari tiga bulan yang direncanakan sebelumnya. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Salatiga di bawah pimpinan Ir Husnani MM waktu itu menunjuk Koperasi Serba Usaha (KSU) Mitra sebagai pelaksana renovasi yang dilaksanakan secara swakelola tersebut.
Dana hibah Kementerian Koperasi dan UKM digunakan KSU Mitra untuk membangun kembali Pasar Banyuputih sehingga memiliki 29 kios dan 112 los. Pasar Banyuputih yang berdiri di atas lahan seluas 4.290 m2 dengan 2.566 m2 di antaranya dimanfatkan untuk pasar hewan itu semula memiliki 39 kios dan 124 lapak yang mampu menampung 50-an pedagang serta 130-an pedagang kaki lima.
Kendati jumlah kios dan lapak menyusut, sementara masyarakat menyoroti tajam kualitas bangunan yang tak sebaik sebelumnya dengan fasilitas pendukung yang sangat minim, Pemkot Salatiga tetap bangga mengundang Menteri Koperasi dan UKM yang juga Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan, Suryadharma Ali datang meresmikan pasar itu. Menteri bahkan tak tahu bahwa Pasar Banyuputih kini bukan lagi diperuntukkan sebagai pasar tradisional heterogen sebagaimana tercantum dalam proposal, melainkan pasar burung atau pasar peksi.
Dalam seremonial yang digelar di halaman parkir Pasar Peksi Banyuputih, Menneg Koperasi dan UKM hadir didamping Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Abdul Sulhadi dan Walikota Salatiga John Manuel Manoppo. Tampak hadir pula dalam kesempatan itu Wakil Walikota Diah Sunarsasih, Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga Kasmun Saparaus, Muspida dan para pimpinan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemkot Salatiga.
Suryadharma di sela peninjauan Pasar Peksi Banyuputih sempat pula didaulat membuka secara resmi lomba burung berkicau yang digelar paguyuban pedagang setempat untuk memeriahkan acara peresmian. Dia dipersilakan menaiki kursi tinggi untuk menggantungkan salah satu kandang burung peserta lomba pada gantangan.